Senin, 04 Januari 2010

MERENUNGI KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN

MERENUNGI KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN
Rabu, 21-Februari-2007, Penulis: TIM BULETIN AL ILMU JEMBER

Setiap jiwa pasti akan menemui ajalnya. Tiada setiap jiwa pun yang kekal abadi hidup di dunia. Bila ajal telah tiba tak ada yang bisa menghindar dan lari darinya. Bukan berarti telah berakhir sampai disini. Tetapi telah berpindah ke alam berikutnya, yaitu alam kubur atau alam barzakh, yang termasuk bagian dari beriman kepada hari akhir.
Setiap yang telah memasuki alam kubur maka akan mengalami fitnah kubur. Yaitu ujian berupa pertanyaan dua malaikat kepada si mayit, tentang Rabbnya, agamanya dan Nabinya. Dari ujian ini akan diketahui apakah dia termasuk hamba-Nya yang jujur keimanannya sehingga berhak mendapatkan nikmat kubur, atau apakah dia termasuk yang dusta keimanannya sehingga berhak mendapakan adzab kubur.
Ini merupakan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang wajib setiap mu’min untuk meyakini kebenaran adanya fitnah kubur, nikmat kubur dan adzab kubur. Termasuk konsekuensi dari beriman kepada Allah ? dan Rasulullah ? adalah meyakini kebenaran apa yang dikhabarkan di dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang kejadian-kejadian di alam ghaib. Di awal-awal ayat Al Qur’an Allah ? mengkhabarkan ciri orang-orang yang mendapatkan hidayah dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, diantaranya adalah orang yang beriman tentang perkara ghaib. Allah ? berfirman (artinya):
“Orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menunaikan shalat dan menginfaqkan sebagian yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka pula beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka (Al Qur’an) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al Baqarah: 3-5)

Dalil – Dalil Tentang Fitnah Kubur
Dalil-dalil yang menunjukan adanya fitnah kubur, diantaranya;
Dalam Al Qur’an firman Allah ?:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan dengan al qauluts tsabit kepada orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)
Di dalam ayat di atas menetapkan akan adanya fitnah kubur. Karena Allah ? memberikan kemulian kepada orang-orang yang benar-benar beriman dengan diteguhkannya al qaulul tsabit. Yaitu keteguhan iman si mayit di alam kubur ketika ditanya oleh dua malaikat. Sebagaimana hadits dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib ? bahwa Rasulullah ? bersabda:

إِذَا أُقْعِِدَ الْمُؤْمِنُ فِي قَبْرِهِ أُتِيَ ثُمَّ شَهِدَ أَنْ لاَ إِله إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَذَالِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى : يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ

“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya kemudian didatangi (dua malaikat dan bertanya kepadanya) maka dia akan (menjawab) dengan mengucapkan dua kalimat syahadat:

أَنْ لاَ إِله إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

itulah al qauluts tsabit sebagaimana yang tertera dalam firman Allah ? di atas.” (H.R. Al Bukhari no. 1379 dan Muslim no. 2871)
Ayat di atas juga sebagai dalil bahwa peristiwa fitnah kubur ini merupakan bagian dari hari akhir. Karena Allah ? menyebutkan peristiwa fitnah kubur ini dengan lafadz “wafil akhirah” yaitu di hari akhir.
Demikian pula dari As Sunnah, dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Abu Dawud 2/281, Ahmad 4/287 dan selain keduanya, bahwa Rasulullah ? mengisahkan peristiwa fitnah kubur yang akan dialami oleh orang mu’min dan orang kafir. Keadaan orang mu’min ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia akan dikokohkan jawabannya oleh Allah ?. Siapakah Rabb-mu? Dia akan bisa menjawab: Rabb-ku adalah Allah. Apa agamamu? Dia akan bisa menjawab: Agamaku adalah Islam. Siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu? Dia pun bisa menjawab: Dia adalah Rasulullah ? (Demikianlah Allah ? pasti memenuhi janji-Nya sebagaimana dalam Q.S. Ibrahim: 27 di atas). Sebaliknya keadaan orang kafir ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia tidak akan bisa menjawab. Siapakah Rabb-mu? Dia akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu. Apa agamamu? Dia akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu. Lalu siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu? Dia pun akan menjawab: Hah, hah, saya tidak tahu.
Demikian pula hadits dari Ummul Mu’minin Aisyah, bahwa Rasulullah ? bersabda:

فَأُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْنَ فِي قُبُورِكُمْ مِثْلُ أَوْ قَرِيْبٌ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

“Telah diwahyukan kepadaku sungguh akan ditimpakan fitnah kepada kalian di dalam kubur-kubur kalian seperti atau hampir mirip dengan fitnah Al Masih Ad Dajjal.” (H.R. Al Bukhari no. 87 dan Muslim no. 905)
Padahal fitnah Al Masih Ad Dajjal merupakan fitnah terbesar dari fitnah-fitnah yang terjadi sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat nanti. Rasulullah ? bersabda:

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ أَمْرٌ أكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ

“Tidak ada fitnah yang paling besar sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat dibanding dengan fitnah Dajjal.” (Muslim no. 2946)
Sehingga fitnah kubur itu pun amat ngeri seperti atau hampir mirip dengan fitnah Dajjal, kecuali bagi orang-orang yang jujur keimanannya. Oleh karena itu bila si mayit telah dikuburkan maka dianjurkan bagi kita untuk mendo’akannya. Rasulullah ? bersabda:

اسْتَغْفِرُوا لأَخِيْكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَثْبِيْتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْئَلُ

“Mohonkan ampunan untuk saudaramu, dan mohonkan untuknya keteguhan (iman), karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya.” (Shahihul Jami’ no. 476)
Adapun nama dua malaikat tersebut adalah malaikat Munkar dan Nakir, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi no. 1071, Ibnu Hibban no. 780 dan selain keduanya dari shahabat Abu Hurairah ?. Hadits ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1391.

Dalil – Dalil Adzab Kubur Dan Nikmat Kubur
Setelah mengalami proses fitnah kubur, maka akan mengalami proses berikutnya, yaitu proses nikmat kubur dan adzab kubur. Bila dia selamat dalam fitnah kubur maka dia akan mendapatkan nikmat kubur dan sebaliknya bila ia tidak selamat dalam fitnah tersebut maka dia akan mendapatkan adzab kubur.
Para pembaca, proses ini pun merupakan perkara ghaib yang harus diyakini kebenarannya. Karena Allah ? dan Rasul-Nya telah mengkhabarkan peristiwa ini di dalam Al Qur’anul Karim dan As Sunnah An Nabawiyyah.
Di antara dalil dalam Al Qur’an yaitu firman Allah ? (artinya): “…, Alangkahnya dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang zhalim (kafir) berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut sedang para malaikat memukul dengan tangan mereka, sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Pada hari ini (sekarang ini, sejak sakaratul maut) kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan. Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah dengan perkataan yang tidak benar dan selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al An’am: 93)
Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam kitab tafsirnya Taisirul Karimir Rahman: “Ayat ini sebagai dalil tentang adanya adzab di alam barzakh dan kenikmatan di dalamnya. Dan adzab yang diarahkan kepada mereka dalam konteks ayat ini terjadi sejak sakaratul maut, menjelang mati dan sesudah mati.”
Dalam Q.S. Ghafir ayat ke 46 Allah ? berfirman (artinya): “ (Salah satu bentuk azdab di alam barzakh nanti) Neraka akan ditampakkan di waktu pagi dan petang kepada Fir’aun dan para pengikutnya. Kemudian pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat): Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.”
Berkata Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i: “Ayat di atas merupakan landasan utama yang dijadikan dalil bagi aqidah Ahlus Sunnah tentang adanya adzab di alam kubur.” (Lihat Al Mishbahul Munir)
Adapun dalil dari As Sunnah, diantaranya; hadits dari Al Barra’ bin ‘Azib ?, bahwa Rasulullah ? bersabda:

اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur (diulangi sampai 2/3 kali).” Kemudian Rasululah ? berdo’a:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab kubur (sampai 3 kali).”
Kemudian Rasulullah ? menggambarkan keadaan orang mu’min dengan dibentangkan tikar dari al jannah, dikenakan pakaian dari al jannah dan dibukakan pintu baginya ke arah al jannah yang mendatangkan aroma harum, serta diperluas tempatnya di alam kubur seluas mata memandang. Sebaliknya keadaan orang kafir, maka dibentangkan baginya tikar dari neraka, dibukakan pintu yang mengarah ke neraka yang mendatangkan panas dan aroma busuk, serta disempitkan tempatnya di alam kubur sampai tulang belulangnya saling merangsek. (H.R. Abu Dawud 2/281 dan lainnya)
Dalam riwayat Al Imam Ahmad 6/81 Rasulullah ? bersabda:

اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَإِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ حَقٌّ

“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur, karena sesungguhnya adzab kubur itu adalah benar adanya.”
Dalam hadits Ibnu Abbas ?, bahwa Rasulullah ? pernah melewati dua kuburan. Kemudian beliau bersabda:

أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنْ بَوْلِهِ

“Kedua penghuni ini sungguh sedang mendapat adzab. Dan tidaklah keduanya diadzab karena melakukan dosa besar. Adapun salah satunya karena berbuat namimah (adu domba) dan yang kedua karena tidak membersihkan air kecingnya.” (H.R. Muslim no. 292)
Demikian pula do’a yang ditekankan oleh Rasulullah ? sebelum salam ketika shalat:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dan dari fitnah selama hidup dan sesudah mati, serta dari fitnah Al Masih Ad Dajjal.” (H.R. Muslim dan selainnya, lihat Al Irwa’ no. 350)
Apakah adzab kubur dan nikmat kubur itu terus menerus? Adapun adzab kubur bagi orang kafir adalah terus menerus sampai datangnya hari kiamat. Sedangkan bagi orang mu’min yang bermaksiat, bila Allah ? telah memutuskannya untuk mengadzabnya maka tergantung dengan dosa-dosanya. Mungkin dia diadzab terus menerus dan juga mungkin tidak terus menerus, mungkin lama dan mungkin juga tidak lama, tergantung dengan rahmat dan ampunan dari Allah ?. Mungkin pula orang mu’min yang bermaksiat tadi diputuskan tidak mendapat adzab sama sekali dengan rahmat dan maghfirah Allah ?. Semoga kita diselamatkan oleh Allah ? dalam fitnah kubur dan dari adzab kubur.
Para pembaca, semua peristiwa yang terjadi di alam kubur itu merupakan perkara ghaib yang tidak bisa dinilai kebenarannya dengan logika, analisa dan eksperimen. Bahkan semua peristiwa di alam kubur itu amatlah mudah bagi Allah ?. Karena Allah ? memilki nama Al Qadir Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sehingga peristiwa di alam kubur harus dinilai dan ditimbang dengan nilai dan timbangan iman. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Sehingga bila ada manusia yang mati tenggelam dilaut yang badannya hancur dimakan ikan laut, atau manusia yang mati terbakar sampai menjadi abu sangatlah mudah bagi Allah ? untuk mengembalikannya.
Marilah kita perhatikan firman Allah ? (artinya): “Dan kami (malaikat) lebih dekat kepadanya (nyawa) dari pada kalian. Tetapi kalian tidak bisa melihat kami.” (Al Waqi’ah: 85)
Ketika malaikat hendak mencabut nyawa seseorang, sesungguhnya malaikat tersebut ada disebelahnya tetapi ia tidak bisa dilihat oleh mata kepalanya. Demikianlah kekuasaan dan kagungan Allah ? yang tidak tidak bisa diukur dengan logika manusia.

Sumber : assalafy.org

Mencari Rizki yang Halal di Tengah Krisis Ekonomi dan Keterpurukan Moral

Mencari Rizki yang Halal di Tengah Krisis Ekonomi dan Keterpurukan Moral
Ahad, 29-April-2007, Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc

“Sedikit tapi cukup lebih baik daripada banyak tapi tak pernah merasa cukup”. Jika dikaitkan dengan masa yang “serba sulit” ini, ungkapan bijak di atas memang terasa relevan. Maklumlah, banyak dari kita yang kurang mensyukuri rizki yang diberikan Allah, malah justru kerap berkeluh kesah. Parahnya, jalan pintaslah yang kemudian ditempuh untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kehidupan Dunia dan Segala Tantangannya
Kehidupan dunia merupakan medan tempaan dan ujian (darul ibtila`). Siapapun yang menjalaninya pasti akan merasakan tempaan dan ujian tersebut. Demikianlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana menghendakinya. Sebagaimana dalam firman-Nya l:

ألم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُوْلُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ

“Alif Laam Miim. Apakah manusia mengira untuk dibiarkan berkata: ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian?” (Al-’Ankabut: 1-2)
Tempaan dan ujian itu sendiri beragam bentuknya. Adakalanya dalam bentuk ketakutan, terkadang pula dalam bentuk kelaparan, kekurangan harta (kemiskinan), kekurangan jiwa (ditinggal wafat orang-orang yang dicintai), dan kekurangan buah-buahan (bahan makanan). Ini semua mengingatkan kita akan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

“Dan sungguh akan Kami berikan ujian kepada kalian, dalam bentuk sedikit dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (Al-Baqarah: 155)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan (dalam ayat ini, pen.) bahwasanya Dia akan memberikan aneka macam ujian kepada para hamba-Nya, agar nampak jelas (di antara para hamba tersebut) siapakah yang jujur (dalam keimanannya) dan siapa pula yang berdusta, siapakah yang selalu berkeluh-kesah dan siapa pula yang bersabar. Demikianlah sunnatullah. Karena, manakala keadaan suka semata yang selalu mengiringi orang yang beriman tanpa adanya tempaan dan ujian, maka akan muncul ketidakjelasan (militansinya, pen.). Dan ini tentunya bukanlah suatu hal yang positif. Sementara hikmah Allah menghendaki adanya sinyal pembeda antara orang-orang yang baik (ahlul khair) dan orang-orang yang jahat (ahlusy syar). Itulah fungsi dari tempaan dan ujian, bukan dalam rangka melenyapkan keimanan orang-orang yang beriman dan bukan pula untuk menjadikan mereka murtad. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-yiakan keimanan para hamba-Nya yang beriman.” (Taisirul Karimirrahman, hal.58)
Para pembaca yang mulia, siapakah orang yang sukses di kala tempaan dan ujian menghampirinya? Orang yang sukses adalah orang yang bersabar di kala tempaan dan ujian itu menghampirinya. Hatinya tabah dan ridha dengan segala yang Allah Subhanahu wa Ta’ala taqdirkan. Keimanannya pun tak menjadi surut karenanya. Sementara lisannya jauh dari keluh-kesah, bahkan bibirnya senantiasa dibasahi oleh lantunan:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

“Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan.” Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ. الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. (Yaitu) orangorang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa innaa ilaihi raji’un (Sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nya kami dikembalikan)’.” (Al-Baqarah: 155-156)
Tahukah anda, pahala apakah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepada orang-orang yang bersabar itu? Simaklah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berikut ini:

أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

“Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan barakah yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, pen).” (Al-Baqarah: 157)
Para pembaca yang mulia, mutiaramutiara hikmah yang terkandung dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas merupakan prinsip utama bagi seorang muslim yang mendambakan ridha Ilahi, baik di dunia maupun di akhirat. Sehingga, sudah seyogyanya bagi kita semua untuk senantiasa bersabar manakala ditempa ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berhatihati dalam menjalani kehidupan dunia ini. Termasuk di dalam mencari rizki yang halal di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral, yang merupakan salah satu tonggak keberkahan hidup yang sedang kita jalani ini. Nas`alullahas salamata wal ‘afiyah (Kita memohon keselamatan dan kesehatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Menyoroti Sebuah Fenomena
Para pembaca yang mulia, setelah kita mengetahui bahwa kehidupan dunia ini adalah medan tempaan dan ujian (darul ibtila`), marilah kita merenung sejenak menyoroti fenomena hiruk pikuknya umat manusia dalam mencari rizki dan mata pencahariannya, khususnya di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral dewasa ini. Agar kiranya menjadi bahan evaluasi dan koreksi diri; apakah kita termasuk orang-orang yang bersabar dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan dunia ini, ataukah justru sebaliknya?
Cobalah anda perhatikan, bukankah di tengah hiruk pikuk itu ada beraneka macam orang? Di antara mereka ada yang berpandangan bahwasanya ‘time is money’ (waktu adalah uang). Ambisinya untuk menumpuk harta pun amat besar, sehingga segenap waktu dan umurnya hanya dipergunakan untuk mengais rizki. Sungguh benar apa yang diberitakan Baginda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثََالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ

“Kalaulah anak Adam (manusia) telah memiliki dua lembah dari harta, niscaya dia masih berambisi untuk mendapatkan yang ketiga. Padahal (ketika ia berada di liang kubur) tidak lain yang memenuhi perutnya adalah tanah, dan Allah Maha Mengampuni orang-orang yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 6436, dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Tak ayal bila aktivitasnya itu kemudian melalaikannya dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala (dzikrullah), shalat lima waktu maupun kewajiban lainnya. Lebih miris lagi, manakala semua itu dilaluinya tanpa beban sedikitpun dan tanpa ada perasaan takut sama sekali akan adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidakkah mereka ingat akan ancaman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ اْلأَمَلُ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَ

“Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang serta dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat dari perbuatan mereka itu).” (Al-Hijr: 3)
Di antara hiruk pikuk itu pun ada orang-orang yang gelap mata dan buta hati dalam mencari rizki. Mereka tak lagi memerhatikan mana yang halal dan mana yang haram, sehingga nyaris jiwa dan raganya (juga keluarganya) tumbuh dari harta syubhat bahkan dari harta haram. Na’udzu billah min dzalik.
Namun demikian, di antara hiruk pikuk itu, tetap masih ada orang-orang yang konsisten dalam menjaga jati dirinya sebagai insan yang bertakwa. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:

رِجَالٌ لاَ تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَاْلأَبْصَارُ. لِيَجْزِيَهُمُ اللهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيْدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Orang-orang dari kaum lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) jual beli dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi bergoncang (yakni hari kiamat). (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, dan supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (An-Nur: 37-38)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwasanya mereka adalah orang-orang yang tidak dilalaikan dunia dan segala perhiasannya, dan (tidak dilalaikan pula) oleh manisnya perniagaan serta segala labanya, dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala sang Pencipta dan Pemberi rizki mereka. Sebagaimana pula mereka adalah orangorang yang menyadari bahwasanya apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala jauh lebih mulia dan lebih bermanfaat dari apa yang mereka miliki. Karena (mereka yakin) bahwa apa yang mereka miliki itu pasti sirna, sedangkan apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kekal abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Jenis mata pencaharian itu sendiri memang bermacam-macam. Ada dari jenis yang halal, syubhat, dan ada yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala serta Rasul-Nya. Di antara jenis yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah riba dengan segala bentuknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لاَ يَقُوْمُوْنَ إِلاَّ كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ. يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ. إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ. فَإِنْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri (ketika dibangkitkan dari kuburnya, pen.) melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, disebabkan mereka (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Allah, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), urusannya (terserah) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni An-Nar; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak suka terhadap orang yang tetap di atas kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, merekalah orang-orang yang mendapat pahala di sisi Rabb mereka. Tiada kekhawatiran pada diri mereka dan tiada (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian benar-benar orang yang beriman. Jika kalian masih keberatan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagi kalian pokok (modal) harta; kalian tidaklah menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 275-279)
Demikian pula memakan harta orang lain dengan cara yang batil, terkhusus dalam arena jual beli. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku di atas asas saling meridhai di antara kalian.” (An-Nisa`: 29)
Tak ketinggalan pula praktik penipuan, yang terkadang lewat jalur hukum, dalam kondisi pelakunya sadar bahwa ia sedang berbuat aniaya terhadap sesamanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيْقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.” (Al-Baqarah: 188)
Perjudian dengan sekian modelnya pun demikian adanya, menjadi jalan pintas ‘mencari rizki’ yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. إِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kalian dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan shalat. Maka berhentilah kalian (dari perbuatan itu).” (Al-Ma`idah: 90-91)
Demikian pula mencari rizki dengan cara mencuri, merampok, korupsi, dan sejenisnya. Semua itu diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya ٍShallalalhu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah di antara fenomena yang terjadi di tengah hiruk pikuknya kehidupan mencari rizki. Lalu, dari jenis pribadi yang manakah kita? Dan dari jenis yang bagaimanakah hakikat pekerjaan yang kita jalani? Marilah kita mengintrospeksi diri!!

Keharusan Mencari Rizki yang Halal
Para pembaca yang mulia, sesungguhnya mencari rizki yang halal merupakan perbuatan yang diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana pula mencari rizki dengan cara yang haram merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua itu tentunya demi kebaikan dan keberkahan hidup para hamba-Nya baik di dunia maupun di akhirat. Namun, ketidaksabaran seseorang atas ujian yang menimpanya seringkali menjerumuskannya ke dalam murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hal mencari rizki misalnya; manakala seseorang merasa sudah maksimal dalam mencari rizki, namun ternyata hasil yang didapat masih belum mencukupi kebutuhannya.
Tak jarang dalam kondisi ‘kepepet’ semacam ini –seiring dengan lemahnya iman– akhirnya ia ikuti langkah-langkah setan yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya mengatakan: “Mencari yang halal itu susah banget!” Lebih ekstrim lagi, terkadang keluar dari mulutnya ucapan: “Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal!” Wallahul musta’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan mereka dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan; karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 168)
Demikian pula Baginda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan umatnya tentang seseorang yang tumbuh dan berkembang dari harta yang haram, doanya tak lagi didengar dan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimanakah bila Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mau mendengar dan mengabulkan doanya?! Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا. وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ. فَقَالَ: {يَآ أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ}. فَقَالَ: {يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}. ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ، أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ! يَا رَبِّ! وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik (Suci) tidaklah menerima kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada para Rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Hai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan.” (Al-Mukminun: 51). Dia juga berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman makanlah dari segala sesuatu yang baik, yang telah kami rizkikan kepada kalian’.” (Al-Baqarah: 172) Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang seorang laki-laki yang sedang melakukan perjalanan jauh (safar), dalam kondisi rambutnya kusut masai dan tubuhnya dipenuhi debu, lalu menengadahkan tangannya ke langit (seraya) berdoa: ‘Ya Rabbi, ya Rabbi!’ Sementara makanannya dari hasil yang haram, minumannya dari hasil yang haram, pakaiannya pun dari hasil yang haram, dan (badannya) tumbuh berkembang dari hasil yang haram. Maka mana mungkin doanya akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala?” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits no. 1015)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu berkata: “Seorang laki-laki (yang disebutkan dalam hadits di atas, pen.) mempunyai empat kriteria: Pertama: Bahwasanya dia sedang melakukan perjalanan (safar) yang jauh, dan safar merupakan salah satu momentum dikabulkannya sebuah doa. Kedua: Rambutnya acak-acakan dan tubuhnya dipenuhi oleh debu…, ini juga merupakan salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Ketiga: Menengadahkan tangannya ke langit, dan ini pun merupakan salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Keempat: Dia berdoa dengan menyeru: “Ya Rabbi! Ya Rabbi!, yang merupakan tawassul dengan kekuasaan (rububiyyah) Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini pun salah satu sebab dikabulkannya sebuah doa. Namun ternyata doanya tak dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena makanannya dari hasil yang haram, pakaiannya dari hasil yang haram, dan (badannya) pun tumbuh berkembang dari hasil yang haram.” (Diringkas dari Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin)
Subhanallah…betapa besarnya pengaruh makanan, minuman, dan pakaian yang didapat dengan cara haram bagi kehidupan seseorang. Doa dan permohonannya tak lagi didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu, kemanakah dia akan mengadukan berbagai problematikanya?! Dan kepada siapakah dia akan meminta perlindungan dan pertolongan?! Betapa meruginya dia… Betapa sengsaranya dia, manakala Allah Rabb semesta alam ini telah berlepas diri darinya. Adakah yang mau mengambil pelajaran?!
Para pembaca yang mulia, merupakan kewajiban bagi seorang muslim di tengah hiruk pikuknya kehidupan mencari rizki ini, untuk mengimani bahwa rizki itu datangnya dari Allah Dzat Yang Maha Pemberi Rizki (Ar-Razzaq), yang kepunyaan-Nya-lah seluruh perbendaharaan langit dan bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَهُ مَقَالِيْدُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Kepunyaan-Nya lah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Asy-Syura: 12)
Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang keluasan kasih sayang-Nya membentangkan segala kemudahan bagi hamba-Nya untuk mencari rizki dan karunia-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا

“Dan Kami jadikan siang untuk mencari sumber penghidupan.” (An-Naba`: 11)

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي اْلأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Apabila telah ditunaikan shalat (Jum’at), maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia (rizki) Allah, dan ingatlah selalu kepada Allah agar kalian beruntung.” (Al-Jumu’ah: 10)
Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dzat Yang Maha Menentukan rizki tersebut (dengan segala hikmah dan keilmuan-Nya) atas segenap makhluk-Nya, sesuai dengan bagiannya masing-masing. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاللهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

“Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala melebihkan sebagian kalian atas sebagian yang lain dalam hal rizki.” (An-Nahl: 71)
Demikianlah keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala Ar-Razzaq, dengan segala kekuasaan-Nya. Maka dari itu, sudah seyogyanya bagi seorang muslim untuk bersabar dan tidak putus asa dalam mencari rizki yang halal di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral dewasa ini. Sebagaimana pula ia harus selalu bersyukur manakala usahanya (yang halal) membuahkan hasil sesuai harapan. Karena semua itu tak lepas dari kebijaksanaan dan keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana.

Penutup
Pembaca yang mulia, dari bahasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Kehidupan dunia ini merupakan medan tempaan dan ujian (darul ibtila`) yang membutuhkan kesabaran yang tinggi.
2. Tempaan dan ujian itu beragam bentuknya. Bisa berupa ketakutan, kelaparan, kemiskinan, ditinggal wafat orang-orang yang dicintai, kekurangan bahan makanan, dan lain sebagainya.
3. Orang-orang yang mempunyai kesabaran tinggi di medan tempaan dan ujian itu, merekalah sejatinya golongan yang sukses di dunia dan akhirat.
4. Termasuk bagian dari kesabaran yang dapat mengantarkan seseorang kepada kesuksesan hidup adalah berpegang teguh dengan norma-norma agama di tengah hiruk pikuknya kehidupan mencari rizki, khususnya di tengah krisis ekonomi dan keterpurukan moral dewasa ini.
5. Di tengah hiruk pikuk itu ada berbagai macam jenis orang:
- Ada orang-orang yang ambisinya untuk menumpuk harta amat besar, sehingga segenap waktu dan umurnya habis dipergunakan untuk mengais rizki. Tak ayal jika aktivitasnya itu kemudian melalaikannya dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala (dzikrullah), shalat lima waktu dan kewajiban lainnya.
- Ada pula orang-orang yang gelap mata dan buta hati dalam mencari rizki. Mereka tak lagi memerhatikan halal haram, sehingga nyaris jiwa dan raganya (dan juga keluarganya) tumbuh dari harta syubhat bahkan dari harta haram.
- Ada pula orang-orang yang konsisten dalam menjaga jati dirinya sebagai insan yang bertakwa dengan selalu berupaya mencari rizki halal yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kelompok pertama dan kedua (di atas) merupakan orang-orang yang merugi lagi tertipu dengan kehidupan dunia yang fana ini. Adapun kelompok ketiga, merekalah orang-orang yang sukses lagi diberkahi kehidupannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
6. Mata pencaharian yang halal merupakan sumber/tonggak keberkahan hidup di dunia dan di akhirat. Sedangkan yang syubhat atau haram merupakan penghalang dari barakah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan penyebab tidak dikabulkannya sebuah doa. Maka dari itu, bila anda seorang pejabat (sipil/militer), jauhkanlah diri anda dari sumber-sumber rizki yang syubhat atau haram. Bila anda seorang da’i/mubaligh, janganlah menjual ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala demi meraih seonggok kehidupan dunia. Bila anda seorang pengusaha, jadilah pengusaha yang jujur. Bila anda seorang karyawan, sopir, kondektur, tukang becak, penjual asongan, tukang parkir, pelayan toko, dan lain sebagainya, jadikanlah rizki yang halal lagi barakah sebagai target dari usaha anda, dan jangan tergiur dengan jumlah yang banyak namun tak mendapat ridha dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
8. Bila anda telah berupaya mencari rizki yang halal lagi barakah namun belum mencukupi kebutuhan, maka janganlah berputus asa dan gelap mata. Yakinlah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Pemberi Rizki (Ar-Razzaq), dan Dia tidak akan menyia-nyiakan para hamba yang mendekat kepada-Nya.

Wallahu a’lam bish-shawab.
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=420

Perbedaan Angan-angan dan Harapan

Perbedaan Angan-angan dan Harapan
Kamis, 07-Juni-2007, Penulis: Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah

Ketika seseorang mengharapkan sesuatu, dia harus mengetahui bahwa harapannya itu akan berkonsekuensi pada tiga hal:
1. Mencintai apa yang ia harapkan.
2. Ia merasa khawatir tidak mendapatkan apa yang ia harapkan.
3. Ia berusaha untuk mendapatkan apa yang diharapkan dengan segala kemampuannya.
Harapan yang tidak disertai satupun dari tiga hal di atas maka itu hanya angan-angan belaka. Harapan dan angan-angan adalah dua perkara yang berbeda. Setiap orang yang mengharapkan sesuatu maka pada dirinya akan muncul perasaan takut kehilangan apa yang ia harapkan, akan berusaha menempuh jalan untuk mendapatkan apa yang ia harapkan. Bila takut kehilangan apa yang ia harapkan maka ia akan segera berupaya agar tidak terluputkan dari apa yang ia harapkan.
Dalam Jami’ At-Tirmidzi disebutkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ خَافَ أَدْلَجَ، وَمَنْ أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ، أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ غَالِيَةٌ، أَلاَ إِنَّ سِلْعَةَ اللهِ الْجَنَّةُ

“Barangsiapa khawatir disergap musuh di waktu sahur, dia akan menghindarkan diri sejak awal malam. Barangsiapa yang berusaha menyelamatkan dirinya sejak awal, ia akan sampai kepada tempat tinggalnya. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, barang dagangan Allah itu adalah surga.”
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberi harapan kepada orang-orang yang mengerjakan amal shalih, demikian pula Ia memberi rasa takut kepada mereka. Maka ketahuilah bahwa harapan dan rasa takut yang bermanfaat adalah yang disertai amal shalih. Allah l berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتَوْا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (Al-Mukminun: 57-61)
Al-Imam At-Tirmidzi dalam Jami’-nya menyebutkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai ayat ini. Aku berkata: “Apakah mereka adalah orang yang meminum minuman keras, berzina, dan mencuri?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

لاَ يَا بِنْتَ الصِّدِّيْقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِيْنَ يَصُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ، وَيَخَافُوْنَ أَنْ لاَ تُتَقَبَّلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ

“Tidak wahai putri Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, bersedekah. Namun mereka khawatir kalau amalan yang mereka lakukan itu tidak diterima oleh Allah. Mereka itu orang yang sebenarnya berlomba-lomba berbuat amal kebaikan.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyebutkan sifat orang-orang yang bahagia dengan ihsan (berbuat baik) yang disertai khauf (khawatir). Sebaliknya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan sifat orang-orang yang sengsara dengan berbuat keburukan yang disertai perasaan aman.

(Diambil dari Ad-Da`u wad Dawa` karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah hal. 46, diterjemahkan oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Jabbar)

http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=450

Kedudukan dan Keutamaan Shabar

Kedudukan dan Keutamaan Shabar
Senin, 23-Juli-2007, Penulis: Buletin Al Ilmu, Jember

Para pembaca yang mulia –semoga Allah subhanahu wata'la merahmati kita semua–, pada edisi sebelumnya telah diutarakan bahwa ujian dan cobaan di dunia merupakan sebuah keharusan yang (siapa pun) tidak bisa terlepas darinya. Bahkan, itulah warna-warni kehidupan. Kesabaran dalam menghadapi ujian dan cobaan merupakan tanda kebenaran dan kejujuran iman seseorang kepada Allah subhanahu wata'la.

ASH-SHABR DAN IMAN
Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah menyatakan bahwa lafazh ash-shabr dalam Al Qur’an disebutkan di sembilan puluh tempat (ayat). Hal ini menunjukkan sabar memiliki kedudukan tinggi nan mulia dalam agama Islam. Oleh karena itu, Al Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa sabar setengah dari keimanan dan setengahnya lagi adalah syukur. Lebih jelasnya, akan kami sebutkan beberapa penyebutan ash-shabr dalam Al Qur’an dengan uraian yang ringkas sebagai berikut:

1. Sabar Merupakan Perintah Mulia Dari Rabb Yang Maha Mulia
Allah subhanahu wata'la berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat,..” (Al-Baqarah: 153)
dalam ayat yang lain (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu,…” (Ali Imran: 200)
Konteks (kandungan) dari kedua ayat diatas menerangkan bahwa sabar merupakan perintah dari Allah subhanahu wata'la. Sabar termasuk ibadah dari ibadah-ibadah yang Allah subhanahu wata'la wajibkan kepada hamba-Nya. Terlebih lagi, Allah subhanahu wata'la kuatkan perintah sabar tersebut dalam ayat yang kedua. Barangsiapa yang memenuhi kewajiban itu, berarti ia telah menduduki derajat yang tinggi di sisi Allah subhanahu wata'la.
Tidak terkecuali Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, Allah subhanahu wata'la juga memerintah beliau shalallahu 'alaihi wasallam untuk memenuhi kewajiban ini, sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka di waktu pagi dan senja dengan mengharap Wajah-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.” (Al Kahfi: 28)
dalam ayat lainnya (artinya):
“Dan bersabarlah engkau dan tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah bersedih terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah merasa sempit terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (An Nahl: 127)
Jika nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam sebagai makhluk yang paling mulia dan sempurna masih diperintah untuk bersabar, maka terlebih lagi bagi umatnya.

2. Larangan dari lawan Kesabaran
Allah subhanahu wata'la juga melarang dari perbuatan yang meniadakan kesabaran. Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata'ala (artinya):
“Dan janganlah kamu bersikap lemah dan jangan pula kamu bersedih, padahal kamulah orang-orang yang tinggi (derajatnya), jika kamu benar-benar orang beriman.” (Ali Imran: 139)
Tidak terkecuali Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, beliau shalallahu 'alaihi wasallam pun juga dilarang dari perbuatan yang meniadakan kesabaran, sebagaimana pada ayat di atas (An Nahl: 127).
Adanya larangan dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengurangi atau menghilangkan kesabaran menguatkan sifat perintah untuk bersabar. Sehingga sabar itu benar-benar merupakan ibadah yang bersifat wajib bukan sebatas mustahab (anjuran saja).

3. Pujian Allah subhanahu wata'la Terhadap Orang-Orang Yang Bersabar
Allah subhanahu wata'la memuji mereka sebagai orang-orang yang kejujuran dalam keimanannya. Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata'ala: “…, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 177)
Dalam kitab Madarijus Salikin 2/152 karya Al Imam Ibnul Qayyim, beliau mengutarakan bahwa ayat yang semisal ini banyak dalam Al Qur’an. Sehingga keberadaan sabar dalam mengahadapi ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wata'la itu benar-benar menjadi barometer keimanan dan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wata'la.

4. Mendapat Kecintaan Dari Allah subhanahu wata'la
Semua orang yang beriman berharap menjadi golongan orang-orang yang dicintai oleh Allah subhanahu wata'la. Allah subhanahu wata'la mengabarkan kepada hamba-Nya bahwa golongan yang mendapatkan kecintaan-Nya subhanahu wata'ala adalah orang-orang yang sabar terhadap ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wata'la. Sebagaimana Allah subhanahu wata'la tegaskan dalam firman-Nya radhiallahu 'anhu(artinya):
“…, dan Allah itu mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

5. Allah subhanahu wata'la Bersama Orang-Orang Yang Sabar
Allah subhanahu wata'la berfirman (artinya):
“Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar.” (Al-Anfal: 46)
Yang dimaksud dengan Allah subhanahu wata'la bersama orang-orang yang sabar adalah penjagaan dan pertolongan Allah subhanahu wata'la selalu menyertai mereka. Bahkan dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wata'la benar-benar menjamin penjagaan dan pertolongan-Nya itu selalu bersama dengan orang-orang yang sabar. Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata'ala (artinya):
“Ya, jika kamu bersabar dan bertaqwa, dan jika mereka menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda.” (Ali Imran: 125)
Sebagaimana pula diterangkan dalam hadits berikut ini:

وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَبْرِ

“Ketahuilah olehmu! Bahwasannya datangnya pertolongan itu bersama dengan kesabaran.” (HR. At Tirmidzi, dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma)

6. Shalawat, Rahmat dan Hidayah Bersama Orang Yang Sabar
Allah subhanahu wata'la senantiasa mencurahkan shalawat, rahmat dan hidayah-Nya subhanahu wata'ala kepada orang-orang yang sabar. Karena jika mereka ditimpa ujian dan cobaan dari Allah subhanahu wata'la mereka kembalikan urusannya kepada Sang Pencipta dan sekaligusnya Pemiliknya. Sehingga mereka berkata:

إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

Sifat mulia yang dimiliki orang yang sabar ini dikisahkan oleh Allah subhanahu wata'la dalam firman-Nya (artinya):
“(Orang-orang yang sabar itu) adalah bila mereka ditimpakan musibah, seraya mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya-lah kami kembali.’ Mereka itulah yang mendapat shalawat dan rahmat dari Rabb mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat hidayah (petunjuk).” (Al-Baqarah: 156-157)
Atas dasar ini, bila kita ditimpa musibah baik besar maupun kecil, dianjurkan mengucapkan kalimat ini, yang dinamakan dengan kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah subhanahu wata'la). Kalimat istirja’ akan lebih sempurna lagi jika ditambah setelahnya dengan do’a yang diajarkan oleh baginda nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam:

اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

“Ya Allah, berilah ganjaran atas musibah yang menimpaku dan gantilah musibah itu yang lebih baik bagiku.”
Barangsiapa yang membaca kalimat istirja’ dan berdo’a dengan do’a di atas niscaya Allah subhanahu wata'la akan menggantikan musibah yang menimpanya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagaimana hadits riwayat Al Imam Muslim 3/918 dari shahabiyah Ummu Salamah.
Suatu ketika Ummu Salamah ditinggal suaminya Abu Salamah yang mati syahid di medan perang (jihad). Kemudian beliau mengucapkan do’a ini, sehingga Allah subhanahu wata'la memenuhi janji-Nya dengan memberikan pendamping (jodoh) baginya dengan sebaik-baik pendamping yaitu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Sesungguhnya Allah subhanahu wata'la tidak akan mengingkari janji-Nya.

7. Mendapatkan Ganjaran Yang Lebih Baik Dari Amalannya
Allah subhanahu wata'la memberikan ganjaran bagi orang yang sabar melebihi usaha atau amalan yang ia lakukan. Sebagaimana firman-Nya subhanahu wata'ala (artinya):
“Dan sesungguhnya Kami memberi balasan bagi orang-orang yang sabar dengan ganjaran yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 126)
Dalam ayat lainnya, Allah subhanahu wata'la menjanjikan akan memberikan jaminan kepada orang yang sabar dengan ganjaran tanpa hisab (tanpa batas). Sebagaimana firman-Nya radhiallahu 'anhu (artinya):
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (Az Zumar: 10)

8. Mendapat Ampunan Dari Allah subhanahu wata'la
Selain Allah subhanahu wata'la memberikan ganjaran yang lebih baik dari amalannya kepada orang yang sabar, Allah subhanahu wata'la juga memberikan ampunan kepada mereka. Allah subhanahu wata'la berfirman (artinya):
“…, kecuali orang-orang yang bersabar dan beramal shalih, mereka itulah yang akan mendapatkan ampunan dan ganjaran yang besar.” (Hud: 11)
Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha Ummul Mu’minin, beliau berkata: “Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:

مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشِيْكُهَا

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, melainkan Allah subhanahu wata'la telah menghapus dengan musibah itu dosanya. Meskipun musibah itu adalah duri yang menusuk dirinya.” (HR. Al-Bukhari no. 3405 dan Muslim 140-141/1062)

9. Mendapat Martabat Tinggi Di Dalam Al-Jannah
Anugerah yang lebih besar bagi orang-orang yang sabar adalah berhak mendapatkan martabat yang tinggi dalam al-jannah. Allah subhanahu wata'la berfirman (artinya):
“Mereka (orang-orang yang sabar) itulah yang akan dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam al-jannah) dikarenakan kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya.“ (Al Furqaan: 75)

10. Sabar Adalah Jalan Terbaik
Para pembaca yang mulia –semoga Allah subhanahu wata'la merahmati kita semua–, semua uraian di atas menunjukkan bahwa sabar ialah jalan terbaik bagi siapa yang menginginkan kebaikan dunia dan akhiratnya. Hal ini sebagaimana yang Allah subhanahu wata'la tandaskan dalam firman-Nya subhanahu wata'ala (artinya):
“…, kalau seandainya kalian mau bersabar, sungguh itu berakibat lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nisaa’: 25)
Dari shahabat Shuhaib bin Sinan, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:

عَجَباً ِلإَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنََّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ فَإِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهَ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin, sungguh semua urusannya baik baginya, yang demikian itu tidaklah dimiliki seorang pun kecuali hanya orang yang beriman. Jika mendapat kebaikan (kemudian) ia bersyukur, maka itu merupakan kebaikan baginya, dan jika keburukan menimpanya (kemudian) ia bersabar, maka itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Untaian Permata Salaf
'Umar bin Al Khattab radhiallahu 'anhu berkata: “Tidaklah seseorang dikaruniai sesuatu yang lebih luas dan baik dibandingkan kesabaran”.
Beliau juga berkata: “Sebaik-baik kehidupan yang kami rasakan adalah dengan kesabaran. Kalau sekiranya sabar itu ada pada salah seorang niscaya ia akan menjadi orang mulia.”
'Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu berkata: “Posisi kesabaran dalam iman seperti posisi kepala dalam tubuh”. ungkapan ini cukup jelas maknanya yaitu orang yang tidak punya kesabaran ibarat orang yang tidak punya kepala, sehingga tidak ada iman bagi orang yang tidak punya kesabaran, sebagaimana ia tidak punya kepala dalam tubuhnya.
Al Hasan Al Bashri berkata: “Sabar adalah satu kekayaan dari kekayaan yang baik, Allah subhanahu wata'la tidaklah memberikan kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang mulia di sisi-Nya.”
Sulaiman Ibnul Qasim berkata: “Setiap amalan akan diketahui ganjarannya kecuali kesabaran. Allah subhanahu wata'la berfirman (artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan ganjaran mereka tanpa batas.” (Az Zumar: 10)

Itulah diantara keutaamaan besar yang Allah subhanahu wata'la janjikan bagi hamba-Nya yang bersabar. Setelah kita mengetahui beberapa keutamaan sabar, kedudukannya dalam agama Islam, serta dalil-dalil yang memerintahkannya, maka sudah sepantasnya bagi kita berupaya dan berdo’a agar dapat mengamalkannya. Semoga Allah subhanahu wata'la memberi taufiq kepada kita untuk beramal dengan ilmu yang kita ketahui. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.


http://assalafy.org/artikel.php?kategori=akhlaq=5

Permata yang Hilang

Permata yang Hilang
Rabu, 03-Juni-2009, Penulis: Buletin Jum’at At-Tauhid

Akhlaq di zaman ini ibarat permata yang hilang pada diri kebanyakan insan. Kita akan menyaksikan kemunduran akhlaq merebak dimana-mana; mulai dari anak kecil sampai orang tua, kecuali orang yang dirahmati Allah -Azza wa Jalla-. Tak heran jika koran-koran dan media massa lainnya dipenuhi dengan berita-berita yang memuakkan, dan rendah; menunjukkan terjadinya erosi dan krisis akhlaq alias moral pada diri generasi muslim, terlebih lagi yang kafir.
Krisis ini terjadi dalam semua lini kehidupan; mulai dari cara makan, buang air, bermu’amalah dengan anak kecil atau orang tua, cara berdagang, beribadah, berpolitik, berkata dan berucap. Semuanya jauh dari tuntunan Allah & Rasul-Nya. Tak heran jika kita akan melihat generasi kita banyak yang cinta musik, padahal musik itu HARAM.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam mengharamkannya,
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
"Akan ada beberapa kaum diantara ummatku yang akan menghalalkan zina, kain sutera (bagi laki-laki), khomer, dan musik". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5590), dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4039)]
Sekalipun Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyatakan haramnya musik, maka tetap saja musik menjamur. Setiap sudut kota dan desa dikotori oleh seruling setan itu (yakni, musik). Bahkan para pemuda berlomba membentuk club-club dan grup-grup musik; maka muncullah konfilasi band-band, semisal Padi, Raja, Ungu, Keris Patih, Dewa 19, dan lainnya. Parahnya lagi, sebagian grup band ini membuat lagu-lagu yang bernafas "islam" yang dihiasi oleh musik. Akibatnya, kaum awam tertipu dan menyangka bahwa disana ada musik islami. Padahal semua musik adalah haram, sebab semuanya akan memalingkan manusia dari mempelajari Al-Kitab dan Sunnah, dan menghabiskan waktu. Allah -Ta’ala- berfirman menceritakan kondisi sebagian manusia yang menciptakan nyanyian untuk menjauhkan manusia dari Al-Qur’an,
"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".(QS. Luqman: 6).
Apa yang dimaksud dengan "perkataan yang tidak berguna"? Mari kita dengarkan tafsirannya dari dua Imam ahli tafsir, dan ulamanya para sahabat.
Abish Shohba’ Al-Bakriy berkata, "Abdullah bin Mas’ud pernah ditanya tentang ayat ini (lalu ia bawakan ayat di atas), maka Abdullah bin Mas’ud berkata,
هُوَ -وَ اللهِ- الْغِنَاءُ
"Demi Allah, itu adalah nyanyian". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (21130), Ath-Thobariy dalam Jami' Al-Bayan (10/201), Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (5096), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok alaa Ash-Shohihain (3542). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (jilid 6/hal. 1017)]
Abdullah ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
هُوَ الْغِنَاءُ وَأَشْبَاهُهُ
"Itu adalah nyanyian dan semisalnya" . [HR. Ibnu Abi Syaibah (21137), Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (786 & 1265), Ibnu Abid Dun-ya dalam Dzammul Malahi (no.12), Ath-Thobariy dalam Jami' Al-Bayan (10/201), dan Al-Baihaqiy dalam Sunan-nya (20793). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr & Salim Al-Hilaliy dalam Al-Isti'ab fi Bayan Al-Asbab (3/63)]
Ayat di atas merupakan bukti nyata bahwa seorang yang mencintai nyanyian, apalagi diiringi musik, maka ia akan terpalingkan dari jalan Allah, sadar atau tidak !! Lihatlah para remaja –bahkan juga orang tua- yang kecanduan lagu dan musik, ia akan malas membaca Al-Qur’an, sholat, dan melakukan kebaikan. Malas mendengarkan nasihat, dan membenci orang-orang sholeh yang menasihatinya tentang haramnya musik. Jika ia dinasihati, maka hatinya kesal dan bergumam, "Wah, anda sok alim". Perlahan-lahan setan membuatnya berpaling dari kebenaran dan kebaikan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Karenanya Allah berfirman setelah ayat di atas,
"Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih".(QS. Luqman : 7).
Telinganya telah ditulikan oleh suara-suara setan alias musik, hatinya keras tak mau menerima kebenaran, karena ia telah dikuasai oleh setan.
Sebaliknya, jika ia mendengarkan lolongan setan yang bernama musik, maka hatinya akan girang, dan telinganya terbuka. Sungguh sial orang-orang seperti ini. Orang-orang seperti ini akan dipalingkan hatinya oleh Allah -Ta’ala- sampai ia dikuasai oleh setan. Akhirnya, kondisinya sebagaimana yang Allah firmankan,
"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (yakni, Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya". (QS. Az-Zukhruf : 36).
Demikianlah nasib seorang yang berpaling dari pengajaran dan petunjuk Allah; ia akan diiringi oleh setan yang akan menyesatkannya dari jalan kebenaran. Tak heran jika banyak diantara pemuda kita yang telah terlepas dari aturan agamanya akibat setan yang menyesatkannya. Lihatlah bagaimana setan menyesatkan para pemuda muslim yang gandrung dan mabuk kepayang dengan ALIRAN musik UNDERGROUND, semisal: Black Metal, Punk, Cresh Metal, Heavy Metal, dan lainnya. Mereka telah ditelanjangi oleh setan dari aturan Islam, agama Allah Yang Maha Perkasa; tak ada lagi istilah halal dan haram, semuanya halal !!
Tak heran jika ada diantara mereka yang minum darah, menusuk hidungnya atau telinganya dengan perhiasan. Padahal semua itu haram !! Diantara mereka, ada yang mengucapkan kata-kata jorok, bahkan kata-kata KAFIR berupa penghinaan kepada Allah, agama-Nya, Rasul-Nya, hari pembalasan, meremehkan neraka & siksaannya. Sebaliknya, malah mengagungkan Iblis, setan, dan simbol-simbol kekafiran, kemaksiatan, dan kedurhakaan. Sungguh, sungguh aneh, ber-KTP muslim, namun perbuatannya maksiat & kafir !! Na’udzu billah minal khudzlan.
Inilah realita pemuda muslim yang senang musik, lalu musik mengantarkan dirinya kepada jurang kekafiran, akibat menganut dan taqlid buta kepada sebagian aliran musik yang ekstrim. Sebagian ulama salaf berkata,
الْمَعَاصِيْ بَرِيْدُ الْكُفْرِ كَمَا أَنَّ الْقُبْلَةَ بَرِيْدُ الْجِمَاعِ وَالْغِنَاءَ بَرِيْدُ الزِّنَا وَالنَّظَرَ بَرِيْدُ الْعِشْقِ وَالْمَرَضَ بَرِيْدُ الْمَوْتِ
"Maksiat adalah pengantar menuju kekafiran sebagaimana halnya ciuman pengantar menuju jimak, nyanyian adalah pengantar menuju zina, pandangan adalah pengantar menuju kerinduan, dan sakit pengantar menuju kematian". [Lihat Al-Jawab Al-Kafi (hal. 33) karya Ibnul Qoyyim]
Maka lihatlah pengaruh maksiat, seperti musik; musik mengantarkan kepada kekafiran. Awalnya pemuda kita senang dengan musik pop, dari pop pindah ke rock, dari rock pindah ke aliran musik UNDERGROUND. Disinilah ia memungut kebiasaan yang amat jelek, mulai cara berpakaian, cara ngomong, cara berjalan, merokok, cara berpenampilan, dan lainnya.
Aliran musik –khususnya Black Metal- amat gandrung dengan atribut, dan pakaian hitam yang bergambar kepala kambing atau tengkorak, karena konon kabarnya hitam adalah lambang kesesatan dan kekafiran; sedang tengkorak sebagai lambang morfinis.
Sepatu, rambut, kendaraan, pakaian dan atribut lainnya, semuanya berusaha dimodel ala artis dan idola mereka, walaupun ia kafir, semisal Curl Cobain, Meihem, dan lainnya. Walaupun idola mereka ini kafir dan durhaka kepada Allah, tapi tetap dicintai oleh pemuda "MUSLIM" yang tergila-gila dengannya. Padahal Allah berfirman,

"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah hizbullah (golongan Allah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung". (QS. Al-Mujadilah: 22).

Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy-rahimahullah- berkata, "Barangsiapa yang mentaati Rasul -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , dan mengesakan Allah, maka tak boleh baginya mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun orang yang ia cintai adalah kerabat terdekatnya". [Lihat Tashil Al-Ushul Ats-Tsalatsah (hal. 11), cet. Dar Ibnu Rajab]

Seorang muslim hendaknya mencintai dan mencontoh orang-orang sholeh, seperti Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabatnya, dan pengikutnya yang setia. Janganlah kalian tertipu dan terpedaya dengan kehidupan dunia yang Allah berikan kepada orang-orang kafir dan pelaku maksiat. Glamournya dunia ini nampak indah, namun hakikatnya musibah.

Allah -Ta’ala- juga berfirman
"Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (QS. Al-Hadid: 20).

Dunia lebih kita dahulukan dibandingkan akhirat, padahal akhirat lebih baik dan lebih abadi di sisi Allah. Tak heran jika sebagian manusia mengutamakan pekerjaan dan perdagangannya ketika waktu sholat telah tiba sehingga masijd-masjid Allah kosong dari jama’ah. Dunia hanyalah ladang perbekalan menuju kehidupan akhirat yang lebih baik, bukan tujuan akhir.

Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al-An’aam: 32).

Kini anda telah tahu bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara dalam mengambil bekal menuju akhirat; menuju perjumpaan dengan Allah -Azza wa Jalla-. Maka ambillah dari dunia sesuatu yang bermamfaat bagi akhiratmu; namun jangan sampai kalian terpedaya dengan gemerlap dan hijaunya dunia ini.

Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 100 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

http://almakassari.com/artikel-islam/akhlak/permata-yang-hilang.html

Faidah dan Manfaat Daurah Nasional bersama Ulama

Rabu, 17-Juni-2009, Penulis: Asatidzah

بسم الله الرحمن الرحيم
FAIDAH DAN MANFAAT
"DAURAH NASIONAL MASYAYIKH AHLUS SUNNAH"
DI INDONESIA

الحمد لله رب العالمين، وصلاة وسلاما على المبعوث رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد :
Terkait dengan penyelenggaraan Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah, yang alhamdulillah pada tahun ini adalah Daurah ke-5 yang insya Allah akan dilaksanakan pada tanggal 29 Rajab hingga 11 Sya'ban 1430 H – atau bertepatan dengan tanggal 22 Juli – 2 Agustus 2009 M – Sangat perlu bagi kami untuk menjelaskan kepada segenap salafiyyin tentang faidah dan manfaat Daurah Nasional tersebut. Hal ini dalam rangka untuk menjalankan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [إبراهيم/7]
"Dan (ingatlah juga), tatkala Rabb kalian menetapkan; "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". [Ibrahim : 7]

Di antara faidah dan manfaat daurah yang terus dirasakan oleh Ahlus Sunnah hingga hari ini adalah :
• Faidah-faidah ilmiah dari para 'Ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam berbagai bidang ilmu, baik dalam bidang aqidah, fiqh, akhlaq, ibadah, mua'malah dan lainnya.

• Memberi kesempatan kepada para ikhwah ahlus sunnah, terutama para asatidzah dan para du'at, untuk menimba atau talaqqi ilmu secara langsung kepada para 'ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah tersebut.
Betapa banyak dari kalangan ahli sunnah yang berkeinginan dan berangan-angan besar untuk bisa sampai ke negeri para masyayikh dalam rangka memuntut ilmu. Namun, kebanyakan dari mereka belum diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa datang ke negeri-negeri tersebut.

• Para da'i dan para asatidzah berkesempatan untuk belajar kepada banyak para 'ulama dan masyaikh. Sehingga jumlah guru mereka dalam menimba ilmu dien ini semakin bertambah.

• Penyelenggaraan daurah ini menepis sebuah syubhat yang dulu sempat disebarkan bahwa ada beberapa da'i Ahlus Sunnah tidak pantas berdakwah, karena tidak bertalaqqi ilmu langsung kepada para 'ulama .
Syubhat ini, sesungguhnya muncul dari seorang yang tidak mengerti tentang pentingnya dakwah, serta harga dan nilai seorang dai salafi. Syubhat ini sempat menghinggapi qalbu beberapa ikhwan, sehingga banyak ikhwah yang tidak mau belajar kepada sebagian dai tersebut.
Dengan penyelenggaraan daurah yang sudah berjalan sebanyak 4 (empat) kali, dan Insya Allah Daurah yang ke-5 pada tahun ini, syubhat tersebut menjadi padam dan orang yang menyebarkannya pun terdiam. Sekarang ini para dai dan asatidzah telah bertalaqqi ilmu langsung dari para masyayikh dan para 'ulama Ahlus Sunnah. Walhamdulillah.

• Setidaknya sudah 16 (enam belas) pelajaran dan kitab telah dipelajari oleh para asatidzah dan du'at di Indonesia dalam Daurah Masyayikh, yaitu :

ý Daurah Tahun I,

Asy-Syaikh 'Abdullah bin 'Umar Mar'i hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
1. Kitab Ushul As-Sunnah karya Al-Imam Ahmad rahimahullah; dalam bidang aqidah dan manhaj.
2. Kitabul Buyu' dari Kitab 'Umdatul Ahkam, karya Asy-Syaikh 'Abdul Ghani Al-Maqdisi rahimahullah.
Asy-Syaikh Salim Ba Muhriz hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu
3. Kitabul Jami' dari Kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah.
4. Al-Ushul As-Sittah karya Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab rahimahullah.

ý Daurah Tahun II,

Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri hafizhahullah mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
5. Al-Qawa'idul Mutsla (tentang Al-Asma wa ash-shifat) karya Asy-Syaikh al-'Utsaimin.
6. Kitabul Imarah dari Kitab Shahih Muslim.
Asy-Syaikh 'Abdullah Mar'i mengajarkan 2 (dua) kitab, yaitu :
7. Kitabul Fitan dari Kitab Shahih Al-Bukhari
8. Kitabul Buyu' dari Kitab Ad-Durarul Bahiyah karya Al-Imam Asy-Syaukani.
Dalam pelajaran Kitabul Imarah yang diajarkan oleh Asy-Syaikh Khalid, begitu pula dalam pelajaran Kitabul Fitan yang diajarkan oleh Asy-Syaikh Abdullah al Mar'i, banyak faidah-faidah aqidah dan manhaj, di samping faidah-faidah hadits, sanad, rijalul hadits, dll yang diambil oleh para dai dan para asatidzah.

ý Daurah Tahun III,

Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri hafizhahullah mengajarkan :
9. Tath-hirul I'tiqad karya Al-Imam Ash Shan'ani rahimahullah. (dalam bidang aqidah)

Asy-Syaikh 'Abdullah hafizhahullah mengajarkan :
10. Al-Qawa'id Al-Fiqhiyah karya Al-Imam As-Sa'di rahimahullah

Asy-Syaikh Abdurrahman Mar'i hafizhahullah mengajarkan :
11. Bab Al-Waqf (tentang hukum waqaf, jenis-jenis, dan perkara-perkara yang terkait dengannya) dari Kitab Ad-Darari Al-Mudhiyah karya Asy-Syaukani rahimahullah.
Berbagai pelajaran penting didapatkan dari pembahasan Babul Waqf ini. Dulu para dai dan para asatidz belum memahami perkara-perkara yang terkait dengan masalah waqaf, maka dengan pelajaran ini mereka jadi memahaminya. Di negeri ini khususnya, banyak permasalahan-permasalahan yang terkait dengan masalah waqaf, dengan pelajaran ini permasalahan-permasalahan tersebut terjawab.

ý Daurah Tahun IV,

Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri, mengajarkan :
12. Fathu Rabbil Bariyah karya Asy-Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullah,
Asy-Syaikh 'Abdullah bin 'Abdurrahim Al-Bukhari, mengajarkan
13. Kitabun Nikah dari Kitab Minhaj As-Salikin karya Asy-Syaikh As-Sa'di rahimahullah.
14. Manzhumah al-Baiquniyah yang disyarh oleh beliau sendiri dan telah dicetak.

Asy-Syaikh 'Abdullah bin Shalfiq, mengajarkan :
15. Kitabul 'Ilmu dari Kitab Shahih Al-Bukhari dan
16. Kitabus Sunnah dari Kitab Sunan Abi Daud.

Jadi sampai tahun 1429 H kemarin sudah 16 (enam belas) mata pelajaran yang dipelajari oleh para asatidzah dan du'at salafiyin pada daurah masyayikh di Indonesia dari 6 (enam) masyayikh sebagai guru mereka,

ý Pada tahun ini, 1430 H, akan datang empat masyaikh –bidzinillah- yaitu :

Asy-Syaikh DR. 'Abdullah bin 'Abdirrahim Al-Bukhari, mengajarkan :
(dua kitab yang sama sebagai kelanjutan pelajaran tahun lalu)

Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri, mengajar
17. Kitab Sullamul Wushul karya Al-Imam Hafizh Al-Hakami

Asy-Syaikh 'Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri hafizhahullah, akan mengajarkan :
18. Muqaddimah Sunan Ibni Majah,

Asy-Syaikh DR. 'Ali bin Yahya Al-Haddadi dari Riyadh, akan mengajarkan :
19. Kitabul Arba'in fi Madzhabis Salaf karya beliau sendiri muraja'ah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
20. Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah,

Jadi pada tahun ini Insya Allah akan tertambahkan tiga pelajaran lagi sehingga pelajaran akan menjadi 20 pelajaran, dengan 7 (tujuh) masyaikh yang sudah menjadi guru dari para asatidzah dan du`at salafiyyin di Indonesia. Ini adalah nikmat yang sangat besar yang didapatkan dari daurah ini.

* * *

• Kemudian, yang tidak kalah pentingnya, faidah dan manfaat penyelenggaraan "Daurah Nasional Masyayikh Ahlus Sunnah" ini adalah : menyelesaikan problem-problem dakwah yang dihadapi dalam perjalanan dakwah di Indonesia ini, di antaranya :
-- Problem dakwah terkait dengan masyarakat negeri ini.
-- Problem dakwah terkait dengan waliyyul amr negeri ini.
-- Problem dakwah terkait dengan hizbiyyin.
-- Problem dakwah antar duat salafiyyin di Indonesia ini, disebabkan sekian banyak permasalahan terjadi antara duat salafiyyin ketika berdakwah.

• Menghubungan dan mengenalkan umat dengan para 'ulamanya, sehingga umat bisa mengenal siapa 'ulama mereka.

• Terjalinnya ukhuwah dan mahabbah Ahlus Sunnah ketika bertemu dalam acara tersebut.

• Bertambahnya semangat thalabul 'ilmi (menuntut ilmu) di tengah-tengah ahlus sunnah

• Semakin ciutnya para hizbiyyyun dan ahli batil karena para 'ulama Ahlus Sunnah semakin dikenal di negeri ini.

• Waliyul amr pun semakin mengenal hakekat dakwah Ahlus Sunnah.

Dan masih banyak faidah dan manfaat dari daurah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

TA'AWUN BAHU MEMBAHU MENCAPAI TERWUJUDNYA
PENYELENGGARAAN
"DAURAH NASIONAL MASYAYIKH AHLUS SUNNAH"
DI INDONESIA

Mengingat pentingnya daurah ini, maka para asatidzah menghimbau segenap ikhwah salafiyyin di Indonesia untuk bahu-membahu mewujudkan amal kebaikan ini. Maka panitia mengirimkan surat ke berbagai daerah di wilayah nusantara ini, ditujukan kepada para asatidzah dan para duat untuk disampaikan kepada ikhwah Ahlus Sunnah salafiyyin yang berisikan pemberitahuan tentang penyelenggaraan "Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah" ke-5 tahun 1430 H, sekaligus himbauan kepada salafiyyin untuk bersama-sama mengemban amanah besar yang mengandung manfaat cukup besar ini.

Sangat disayangkan ternyata ada pihak-pihak yang mungkin sebagiannya tidak mengerti tentang faidah dan manfaat yang diambil dari daurah tersebut. Sehingga mereka kurang bersemangat menghimbau Ahlus Sunnah untuk berta'awun dalam penyelenggaraan daurah ini. Padahal daurah ini terkandung di dalamnya berbagai faidah sebagaimana disebutkan, namun karena ketidakmengertian membuat sebagian pihak tidak bersemangat dalam berta'awun.

Semoga dengan penjelasan ini dapat mengubah pandangan mereka, sehingga bersemangat untuk menghimbau saudara-saudaranya untuk berta'awun di atas kebaikan dan ketaqwaan. Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
(( مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أجْرِ فَاعِلِهِ )) رواه مسلم .
"Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan maka ia mendapatkan seperti pahala orang yang melakukan kebaikan tersebut" [HR. Muslim dari shahabat Abu Mas'ud Al-Badri]

Ada juga sebagian pihak yang justru menghalangi upaya ta'awun 'alal birri wa taqwa ini, dengan melakukan penggembosan di beberapa daerah dan mengesankan bahwa penggalangan dana bantuan untuk acara "Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah" adalah bentuk tasawwul yang madzmum (tercela) dalam syari'at.
Ketika ditanyakan pada mereka "Apa yang melandasi ucapan antum dan siapa yang menjadi rujukan ucapan antum?", ternyata mereka tidak bisa menjawab.

Alhamdulillah. Himbauan untuk bahu-membahu mewujudkan terselenggaranya daurah tersebut dilakukan di kalangan Ahlus Sunnah, di masjid-masjid Ahlus Sunnah, di kajian-kajian Ahlus Sunnah, atau di mahad-mahad Ahlus Sunnah, bukan di tempat-tempat umum, atau menyerbarkan pamflet dan spanduk untuk penggalangan dana. Tidak pula seperti yang dilakukan oleh sebagian pihak dengan cara meletakkan kotak amal di mall-mall, di tempat penjualan bakso, dll. Alhamdulillah kita tidak melakukan seperti itu.

Himbauan tersebut dilakukan melalui para ustadz atau penanggung jawab dakwah di daerah setempat. Himbauan tersebut ditujukan kepada ikhwah salafiyyin atau kepada orang-orang yang simpati terhadap dakwah Ahlus Sunnah, yaitu orang-orang yang justru merasa bergembira ketika diajak berta'awun dengan Ahlus Sunnah guna mewujudkan 'Amal Khair, dan orang tersebut memang dikenal sebagai muhsinin.

Justru kita mendapati dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menghimbau kaum muslimin menyalurkan hartanya untuk kepentingan kaum muslimin. Di antaranya dalam As-Sunnah, hadits yang diriwayatkan dari shahabat Jarir bin 'Abdillah :

"Suatu hari kami berada di sisi Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam. Tiba-tiba datanglah kepada beliau suatu kaum tidak beralas kaki dan compang camping pakaianya. Mereka berasal dari Mudhar. Maka merahlah wajar Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam tatkala melihat kondisi mereka. Beliau pun masuk lalu keluar lagi, kemudian beliau memerintahkan shahabat Bilal untuk melakukan adzan dan iqamat, kemudian shalat. Lalu beliau berkhuthbah, (beliau memulainya dengan membacakan beberapa ayat Al-Qur'an). Kemudian para shahabat berlomba-lomba untuk bershadaqah. Seseorang bershadaqah dengan dinarnya, dengan dirhamnya, dengan baju-bajunya, dengan satu sha gandumnya atau pun kurmanya, -- sampai-sampai – walaupun dengan separoh biji kurma."

Maka berseri-serilah wajah Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam. Kemudian beliau Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
« من سن فى الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شىء ومن سن فى الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شىء ».
"Barangsiapa yang membuat contoh yang baik dalam Islam, maka dia memperoleh pahala perbuatan tersebut dan pahala orang lain yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat contoh yang jelek dalam Islam, maka ia mendapat dosa perbuatan tersebut dan dosa orang lain yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." [HR. Muslim]

Demikianlah para shahabat Radhiyallah 'anhum, mereka berlomba-lomba menginfakkan hartanya, sampai terkumpul jumlah yang banyak. Setelah adalah himbauan dari Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam untuk bershadaqah dan berta'awun.

Faidah yang bisa kita petik dari kisah di atas adalah bahwa Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam menghimbau para shahabatnya untuk saling berta’awun ‘alal birri wat taqwa, saling membantu, tolong menolong, dan bahu membahu dalam mengatasi keadaan yang sangat membutuhkan bantuan. Oleh karena itu Al-Imam An-Nawawi memberikan bab terhadap hadits riwayat Al-Imam Muslim di atas :
باب الحث على الصدقة
(Bab tentang disyariatkannya menghimbau kaum muslimin untuk bershadaqah).

Upaya yang dilakukan oleh panitia daurah adalah dari sisi ini. Yaitu menghimbau dan mengajak para asatidzah dan para da’i atau ikhwah yang bertanggung jawab di masing-masing daerah untuk menghimbau Ahlus Sunnah bershadaqah atau berinfaq demi membantu dan meringankan beban pelaksanaan Daurah Ilmiah yang mendatangkan para 'ulama Ahlus Sunnah dengan berbagai faidah yang telah kami sebutkan.

Itupun tanpa penentuan nominal tertentu dan tanpa paksaan, masing-masing sesuai dengan tingkat kemampuannya. Kita tidak menghimbau seluruh ikhwah untuk mengumpulkan dana dengan cara yang terkesan kurang baik, seperti dengan cara membagikan amplop-amplop kosong, atau menyebarkan kotak-kotak infaq di toko-toko, mall-mall, atau lainnya. Bagi yang mau bershadaqah maka dikumpulkan kepada pihak yang telah ditunjuk sebagai penanggung jawab.

Sungguh kami sangat menyayangkan, adanya sebagian pihak yang memvonis amalan mulia di atas sebagai bentuk tasawwul (meminta-minta/mengemis) yang tercela. Namun pada waktu dan kesempatan yang lain, dia melakukan pengumpulan dana entah melalui telpon atau sms kepada pihak-pihak tertentu. Suatu sikap tidak jujur, sikap yang tidak didasari oleh taqwa dan ilmu, serta tidak takut Allah ketika berkata dah berucap.

Justru Kita mendapati para 'ulama kita, para 'ulama Ahlus Sunnah dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi, tidak jarang mereka melakukan himbauan kepada Ahlus Sunah, bahkan kepada muslimin secara umum, untuk bershadaqah membantu pihak-pihak yang butuh.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah, yang dikenal dengan sifat zuhudnya dalam urusan dunia. Inilah beliau rahimahullah, sangat zuhud, mungkin kita tidak mampu meniru beliau. Semoga amalan beliau diterima oleh Allah, dan jika ada yang meniru beliau, semoga beliau rahimahullah juga terus mendapatkan pahalanya. Meskipun demikian, tidak kemudian beliau sembarangan dalam berfatwa. Tidak. Beliau tidak memaksakan pihak lain untuk bisa berbuat seperti beliau (yakni dalam sifat zuhd, wara', kedermawanan, dan yang semakna ini). Itu adalah sifat rahmah yang ada pada beliau.
Pada hari-hari ini muncul "sekelompok kaum" yang mengharamkan jam’iyyah atau yayasan secara mutlak. Bagaimana pandangan dan fatwa beliau dalam masalah ini?

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah berkata :
أما الجمعيات الخيرية فهذا أمر مرغوب فيها، والله سبحانه وتعالى {وتعاونوا على البر والتقوى} وليس الخلاف بيننا وبينهم من أجل الجمعيات التي فيها الحث على بناء المساجد وكفالة اليتيم والمحاويج وفعل الخير فهذا أمر مرغوب فيه
"Adapun yayasan-yayasan sosial, maka itu merupakan amalan yang sangat disukai. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman "Dan berta'awunlah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan". Bukanlah perselisihan antara kita dengan mereka (hizbiyyin) karena masalah yayasan-yayasan yang padanya ada himbauan untuk membangun masjid-masjid, (himbauan) mencukupi anak-anak yatim dan orang-orang yang kekurangan, serta (himbauan) bantuan sosial. Maka hal ini, maka merupakan amalan yang sangat disukai."

Perhatikan fatwa Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullah yang berilmu luas dan sangat bijak ini, kemudian bandingkan dengan fatwa "anak-anak kemarin" yang dengan lancang mengharamkan yayasan secara mutlak.

Kemudian, coba perhatikan pula bagaimana praktek yang diterapkan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah. Kalau fatwa di atas secara lisan, maka secara amaliah (praktek nyata) beliau rahimahullah sering sekali menuliskan tazkiyyah-tazkiyyah untuk para da’i yang membutuhkan fasilitas-fasilitas guna kepentingan dakwah. Misalnya maktabah, kendaraan, masjid, dll. Berbagai tazkiyyah yang beliau tulis itu berisi himbauan kepada para muhsinin (para donatur) untuk mengulurkan bantuan dan ta'awun-nya untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Perhatikan, apakah Asy-Syaikh Muqbil memahami dan memandang cara yang beliau lakukan sebagai sikap tasawwul (meminta-minta) yang madzmum (tercela)? Tentu saja jawabannya adalah tidak.

Padahal beliau juga yang menulis kitab berjudul "Dzammul Mas’alah" (Tercelanya Meminta-minta) dan beliau ajarkan kepada para muridnya. Asy-Syaikh Muqbil tidak memahami bahwa menghimbau manusia untuk berta’awun 'alal birri wat taqwa termasuk jenis meminta-minta yang tercela.

Anehnya pada hari-hari ini muncul sikap dan cara berpikir gharib (asing/tidak pernah dikenal sebelumnya) yang diistilahkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah sebagai Nafasun Gharib (Gerak Nafas yang Aneh).

Paham aneh, yang mengharamkan yayasan secara mutlak, ini termasuk nafas gharib yang berbahaya terhadap perjalanan Dakwah Salafiyyah.

Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah Baz rahimahullah, dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah – yang berisi kumpulan berbagai fatwa, karya tulis, risalah, dan surat-surat beliau – bisa kita dapatkan fatwa, himbauan, dan ajakan Asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz untuk berta’awun ‘alal birri wat taqwa. Terlalu banyak contohnya, di antaranya pada jilid IV halaman 174 :
نداء لجميع المسلمين وغيرهم لمساعدة السودان وشعبها بالدعم والمواساة بسبب الكارثة العظيمة التي نزلت بهم
"Seruan untuk seluruh kaum muslimin dan selain mereka untuk membantu negeri dan rakyat Sudan dalam bentuk santunan disebabkan musibah besar yang menimpa mereka"

Himbauan beliau ini dalam bentuk surat resmi dari kantor beliau, tertanggal 8 Muharram 1409 H.

Berikut cuplikan isi surat tersebut :

من عبد العزيز بن عبد الله بن باز
إلى من يطلع عليه من المسلمين وغيرهم في المملكة العربية السعودية وغيرها، وفقني الله وإياهم لفعل الخيرات وجعلنا جميعا من المسارعين إلى الباقيات الصالحات .
.....
فإني أهيب بجميع المسلمين وغيرهم من الأمراء والوزراء والأغنياء وغيرهم ممن يحب الخير ويعين عليه في المملكة العربية السعودية وغيرها من سائر المعمورة أن يبادروا إلى مد يد العون لإخوانهم في السودان، وأن تكون المساعدة عامة لكل ما يحتاجون إليه من نقود وأطعمة وملابس وخيام وأدوية وغير ذلك.
كما أهيب بجميع العلماء والدعاة إلى الله سبحانه وجميع الأمراء وأئمة المساجد وجميع الأعيان أن يحثوا المسلمين على الوقوف بجنب إخوانهم في السودان بالدعم والمساعدة استجابة لأوامر الله سبحانه وأوامر رسوله r بالحث على الإنفاق في وجوه الخير والتعاون على البر والتقوى، والمساعدة في تخفيف المصائب، قال الله U : ( آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ ) ....

Dari 'Abdul Aziz bin 'Abdillah bin Baz
Kepada semua pihak yang membaca surat ini dari kalangan muslimin atau yang selainnya, baik di Kerajaan Saudi Arabia atau yang lainnya, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepada mereka agar bisa melaksanakan amal-amal sosial dan menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan. ….

Maka aku menghimbau segenap kaum muslimin dan selainnya, dari kalangan pemerintah, menteri-menteri, dan para hartawan, serta lainnya yang mencintai kebaikan dan suka menolong di atas kebaikan, baik yang ada di Kerajaan Saudi Arabia atau di luar Saudi Arabia untuk bersegera dalam rangka memberi bantuan kepada saudara-saudara kita di Sudan dan bantuan tersebut bersifat umum (yang mereka butuhkan) baik uang, makanan, pakaian, tenda-tenda, obat-obatan dan lainnya.
Kemudian saya juga menghimbau kepada seluruh 'ulama, para dai, dan seluruh tokoh untuk menghimbau kaum muslimin untuk sama-sama membantu saudara-saudaranya di Sudan dengan bantuan dan pertolongan, dalam rangka merealisasikan perintah Allah dan Rasul-Nya terkait dengan perintah atau himbauan untuk berinfaq dalam perkara kebaikan dan ta'awun dalam kebaikan dan ketaqwaan serta bantuan untuk meringankan musibah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman : "Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, serta infaqkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan menginfaqkan memperoleh pahala yang besar." [Al-Hadid : 7]

(kemudian beliau menyebutkan 10 dalil dari Al-Qur`an dan 10 dalil dari As-Sunnah yang berisi himbauan, baik secara umum maupun khusus, untuk berinfaq dan tolong menolong meringankan beban saudaranya).

Kemudian pada penutup surat :
وأسأل الله أن يجعل ذلك عملا خالصا لوجهه الكريم، وأن يثقل به موازين الجميع يوم القيامة ويرفع به درجاتهم في دار الكرامة , ويخلف عليهم ما أنفقوا بخير منه وأفضل، إنه ولي ذلك والقادر عليه، وصلى الله على نبينا محمد والله وصحبه وسلم.
عبد العزيز بن عبد الله بن باز
رئيس المجلس التأسيسي لرابطة العالم الإسلامي بمكة المكرمة
والرئيس العام لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة
والإرشاد بالمملكة العربية السعودية

Saya memohon kepada Allah agar menjadikan itu sebagai amal yang ikhlash mengharap wajah-Nya yang mulia, dan menjadikannya bisa memberatkan timbangan (amal kebaikan) bagi semua, dan dengannya Allah mengangkat derajat mereka di negeri penuh kemuliaan. Serta menggantikan harta yang telah mereka infaq dengan yang lebih baik dan lebih utama. Sesungguhnya Dia Pemilik (karunia) itu dan Mampu melakukannya.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan para shahabatnya.

'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz
Ketua Majelis Tinggi Rabithah 'Alam Islami di Makkah Al-Mukarramah
Pimpinan Umum Lembaga Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah, dan Bimbangan Islam
Kerajaan Saudi 'Arabia

Perhatikan, surat himbauan tersebut merupakan surat yang beliau keluarkan secara resmi dan disebarkan secara internasional.

Juga pada Majmu' Fatawa wa Maqalawat Mutanawwi'ah jilid 18 halaman 408 :
نداء وتذكير لمساعدة المجاهدين في فلسطين
"Seruan dan Peringatan untuk Membantu Para Mujahidin di Palestina"
Surat resmi dari kantor beliau, yang dipublikasikan melalui majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah, edisi 28 tahun 1410 H

Dan masih banyak lagi surat-surat beliau yang seperti di atas.

Jejak langkah beliau ini juga merupakan jejak langkah para 'ulama kibar lainnya pada masa ini. Hal yang sama juga dilakukan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Asy-Syaikh 'Abdul Muhsin Al-'Abbad, Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi hafizhahumullah dan para 'ulama lainnya, baik secara lisan maupun secara tulisan.

Semoga keterangan singkat ini dapat memberikan penerangan kepada kita, agar kita bisa bersikap dan berkata di atas bimbingan ilmu dan para 'ulama, serta terjauhkan dari berbagai sikap aneh yang membahayakan kemashalahatan Dakwah Salafiyyah.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan keterangan ini sebagai ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal 'Alamin.

وصلى الله وسلم وبارك على محمد وعلى آله وصحبه وسلم. والحمد لله رب العالمين.

23 Jumadats Tsaniyyah 1430 H
17 Juni 2009 M

ttd

Asatidzah Penanggung Jawab
Penyelenggaraan
Daurah Nasional Masyaikh Ahlus Sunnah
Indonesia

(Dikirimkan oleh al Akh Abu Amr via email. Format PDF bisa didownload di http://www.salafy.or.id/upload/manfaatdaurah.pdf atau http://www.salafishare.com/29CRFG0U4EE1/OMDVSGW.pdf)

Tujuh Keajaiban Dunia yang lain?

Tujuh Keajaiban Dunia yang lain?
Bagikan
31 Desember 2009 jam 11:43 | Sunting Catatan | Hapus
Tujuh Keajaiban Dunia yang lain?
Bagikan
Kemarin jam 18:30
Menara Pisa, Tembok Cina, Candi Borobudur, Taaj Mahal, Ka’bah, Menara Eiffel, dan Piramida di mesir, inilah semua keajaiban dunia yang kita kenal. Namun sebenarnya semua itu belum terlalu ajaib, karena di sana masih ada tujuh keajaiban dunia yang lebih ajaib lagi. Mungkin para pembaca bertanya-tanya, keajaiban apakah itu?

Memang tujuh keajaiban lain yang kami akan sajikan di hadapan pembaca sekalian belum pernah ditayangkan di TV, tidak pernah disiarkan di radio-radio dan belum pernah dimuat di media cetak. Tujuh keajaiban dunia itu adalah:

1. Hewan Berbicara di Akhir Zaman

Maha suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaanya adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah An-Naml ayat 82,

“Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami“.

Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy berkomentar tentang ayat di atas, “Hewan ini akan keluar diakhir zaman ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah, dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang lainnya sebagaimana akan datang perinciannya. Hewan ini akan berbicara dengan manusia tentang hal itu”.[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/498)]

Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

“Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj & Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari jurang Aden, akan menggiring manusia“. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2901), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2183), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4041)]

2. Pohon Kurma yang Menangis

Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis? Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur,

“Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Adalah dahulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut” .[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]

Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang korma itu pun merintih. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya sambil mengeluskan tangannya pada batang korma itu (untuk menenangkannya)“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3390), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (505)]

3. Untaian Salam Batu Aneh

Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah perkara yang sering kita jumpai. Tapi bagaimana jika sebuah batu yang mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya, tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau sebagaimana dalam sabdanya,

Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang“.[HR.Muslim dalam Shohih-nya (1782)].

4. Pengaduan Seekor Onta

Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengungkapkan perasaannya.

Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”.

Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad (3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]

5. Kesaksian Kambing Panggang

Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits berikut:

Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun. Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Angkatlah tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia beracun“. Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan membawa surat), “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?” Wanita itu menjawab, “Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja, maka aku telah melepaskan manusia darimu”. Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau,”Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku terputus“. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4512). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (hal.813), dengan tahqiq Masyhur Hasan Salman]

6. Batu yang Berbicara

Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman. Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah berbicara sesuai hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah Yang Mengetahui segala perkara ghaib.

Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shohih-nya (2922)]

Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Lihat Fathul Bari (6/610)]

7. Semut Memberi Komando

Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif belaka alias omong kosong. Tapi ketahuilah wahai para pembaca, sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,

“Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata”.Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh“. (QS.An-Naml: 16-19).

Inilah beberapa perkara yang lebih layak dijadikan “Tujuh Keajaiban Dunia” yang menghebohkan, dan mencengangkan seluruh manusia. Orang-orang beriman telah lama meyakini dan mengimani perkara-perkara ini sejak zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai sekarang. Namun memang kebanyakan manusia tidak mengetahui perkara-perkara itu. Oleh karena itu, kami mengangkat hal itu untuk mengingatkan kembali, dan menanamkan aqidah yang kokoh di hati kaum muslimin

Sumber : http://www.almakassari.com dari Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 46 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp). Judul: Tujuh Keajaiban dunia